Gambar 1. Sampul buku Nabi Adam versus Manusia Purba |
Nabi Adam Versus Manusia Purba by Habibie Muhibbuddin M. Waly. Banda Aceh: Penerbit PeNA, 2014. x + 240 halaman. Softcover; RP. 55.000. ISBN: 978-602-1620-08-3.
Pendahuluan
Pernahkah anda melihat orang yang suka mengkritik suatu bidang, padahal dia bukan ahli dalam bidang tersebut? Saya kira kita banyak menjumpai orang seperti itu. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa orang yang punya rasa 'sok tau' pasti selalu ingin membahas sesuatu yang dia kurang sukai, walaupun dia tidak paham apa-apa tentang itu.
Pada tahun 2022 kemarin, saya membeli sebuah buku karangan anak ulama terhormat dari Aceh, yaitu Tgk. Habibie Muhammad M. Waly, berjudul Nabi Adam Versus Manusia Purba. Seperti yang diketahui, isu nabi Adam dan teori evolusi di Indonesia masih sering diperdebatkan, walaupun sudah terdapat banyak sekali penjelasan mengenai jawaban, namun akses yang tidak merata bagi semua orang membuat sebagian masih abu-abu dalam memahami isu.
Pada akhir 2021, saya pernah menulis artikel agak panjang mengenai permasalahan tersebut di Facebook saya. Artikel tersebut mendapat banyak respon dari banyak kalangan, seperti agamawan dan akademisi. Artikel tersebut bahkan pernah diposting ulang oleh Dahlan Iskan di situs beliau, Disway. Jika anda belum membacanya, anda bisa membacanya disini.
Saat masih berkuliah pada semester 2 setahun yang lalu, saya sempat menulis review pendek mengenai buku Nabi Adam versus Manusia Purba ini. Namun saya tidak melanjutkan terlalu jauh karena bosan dan malas untuk mengetik. Ini merupakan tulisan ulang yang saya copy ke blog ini.
Pada tahun 2014, Tgk. Habibie Muhammad M. Waly mempublikasikan sebuah buku berjudul Nabi Adam versus Manusia Purba. Buku ini diterbitkan oleh penerbit PeNa, sebuah publisher buku yang berdomisili di Banda Aceh dan katanya buku tersebut sudah ada edisi revisinya, hanya saja saya belum sempat membelinya. Sejauh yang saya baca dari semua buku yang mengkritik evolusi, terutama konsep manusia purba dan evolusi manusia, buku ini adalah yang paling konyol dan aneh, pasalnya buku tersebut ditulis oleh seorang agamawan yang tidak memiliki riwayat pendidikan di bidang sains (khususnya Biologi dan Paleoantropologi). Karena saking banyaknya kesalahan 'konyol' yang diperbuat dibuku tersebut, saya sebenarnya telah mengajak penulis buku tersebut untuk berdiskusi secara langsung via Zoom, namun sepertinya dia mengabaikan ajakan saya.
Oleh karena itu maka saya menuliskan kritiknya disini. Kritik ini akan dibuat dalam beberapa bagian, tidak habis dalam satu tulisan karena memang kesalahannya banyak sekali. Berikut beberapa klaim dan respon dari saya.
Klaim 1:
"Orang yang berhasil meruntuhkan evolusi adalah orang yang mempunyai wawasan luas".
Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA. Mantan Ketua Majlis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh dalam pengantar buku tersebut.
Ini benar sekali, siapa saja yang bisa meruntuhkan teori evolusi berarti orang tersebut hebat. Namun pertanyaannya, apakah teori evolusi sudah runtuh? Jawabannya tentu saja tidak. Teori evolusi sudah dibangun selama 150 tahun dan sudah berkembang secara pesat hingga tulisan ini dibuat, bukti-bukti evolusi sudah banyak ditemukan dan tidak terbantahkan hingga saat ini.
Dalam sains, sebuah teori ilmiah harus bisa diruntuhkan atau difalsifikasi, termasuk teori evolusi. Berbicara falsifikasi evolusi, ahli filsafat Karl Popper pernah membagikan pendapat dalam bukunya tahun 1976 berjudul Unended Quest: An Intellectual Autobiography mengenai salah satu mekanisme evolusi, yaitu seleksi alam (natural selection). Menurutnya, seleksi alam tidak bisa difalsifikasi dan oleh karena itu hanya merupakan sebuah "program penelitian metafisik" yang tidak dapat diuji secara ilmiah (Popper 1976, hlm. 151).
Tulisan ini kemudian menimbulkan perdebatan antara ahli filsafat sains dan ahli biologi evolusi. Ahli biologi evolusi mengkritik Popper karena dianggap tidak mengerti mengenai seleksi alam. Pendapat Karl Popper terhadap Darwinisme sebagai berikut
"Namun, teorinya sangat berharga. Saya tidak melihat bagaimana, tanpa itu, pengetahuan kita bisa berkembang seperti yang telah terjadi sejak Darwin. Dalam mencoba menjelaskan eksperimen dengan bakteri yang beradaptasi dengan, katakanlah, penisilin, cukup jelas bahwa kita sangat terbantu oleh teori seleksi alam. Meskipun metafisik, ia menyoroti banyak penelitian yang sangat konkret dan sangat praktis. Hal ini memungkinkan kita untuk mempelajari adaptasi ke lingkungan baru (seperti lingkungan yang dipenuhi penisilin) dengan cara yang rasional: ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi, dan bahkan memungkinkan kita untuk mempelajari secara rinci mekanisme di tempat kerja. Dan itu adalah satu-satunya teori sejauh ini yang melakukan semua itu".
Karl Popper. (1976). Unended Quest: An Intellectual Autobiography, hlm. 171-172).
Akibat kritikan tajam terhadap Popper mengenai seleksi alam, Karl Popper kemudian berubah pikiran dan menyadari bahwa seleksi alam memang dapat diuji. Dia mempublikasikan artikel pada tahun 1978 berjudul "Natural selection and the emergence of mind", disana dia mengakui bahwa:
"Ketika berbicara tentang Darwinisme di sini, saya akan selalu berbicara tentang teori hari ini - yaitu teori seleksi alam Darwin sendiri yang didukung oleh teori hereditas Mendel, oleh teori mutasi dan rekombinasi gen dalam kumpulan gen, dan oleh dekode kode genetik. Ini adalah teori yang sangat mengesankan dan kuat. Klaim bahwa ia menjelaskan evolusi sepenuhnya tentu saja merupakan klaim yang berani, dan sangat jauh dari kebenaran. Semua teori ilmiah adalah dugaan, bahkan yang telah berhasil melewati banyak ujian yang berat dan beragam. Pendukung Mendelian dari Darwinisme modern telah diuji dengan baik, dan begitu pula teori evolusi yang mengatakan bahwa semua kehidupan terestrial telah berevolusi dari beberapa organisme uniseluler primitif.
...saya masih percaya bahwa seleksi alam bekerja dengan cara ini sebagai program penelitian. Namun demikian, saya telah berubah pikiran tentang testabilitas dan status logis dari teori seleksi alam; dan saya senang memiliki kesempatan untuk membuat pengakuan. Penyangkalan saya mungkin, saya harap, sedikit berkontribusi pada pemahaman tentang status seleksi alam".
Karl Popper. (1978). Natural selection and the emergence of mind. Dialectica, 32: 339-355.
Falsifikasi Teori Evolusi
Lalu bagaimana cara meruntuhkan teori evolusi? Ada beberapa contoh yang bisa memfalsifikasi teori evolusi, antara lain:
- Adanya catatan fosil statis.
- Adanya Chimeras sejati, yaitu organisme yang menggabungkan bagian-bagian dari beberapa garis keturunan yang berbeda dan beragam (seperti putri duyung dan centaurus) dan yang tidak dijelaskan oleh transfer gen lateral, yang mentransfer sejumlah kecil DNA antar garis keturunan, atau simbiosis, di mana dua organisme utuh datang bersama.
- Adanya mekanisme yang akan mencegah akumulasi mutasi.
- Pengamatan organisme yang sedang dibuat.
- Jika dapat ditunjukkan bahwa organisme dengan DNA identik memiliki sifat yang berbeda.
- Jika dapat ditunjukkan bahwa mutasi tidak terjadi.
- Jika dapat ditunjukkan bahwa mutasi diturunkan, tidak ada mutasi yang dapat menghasilkan jenis perubahan fenotipik yang mendorong seleksi alam.
- Jika dapat ditunjukkan bahwa seleksi atau tekanan lingkungan tidak mendukung keberhasilan reproduksi individu yang dapat beradaptasi lebih baik.
- Jika dapat ditunjukkan bahwa meskipun seleksi atau tekanan lingkungan mendukung keberhasilan individu yang beradaptasi lebih baik, "individu yang beradaptasi lebih baik" tidak akan berubah menjadi sesuatu yang lain.
- Adanya fosil kelinci di zaman Pra-kambrium.
- Tidak adanya fosil transisi.
Itu adalah beberapa hal yang dapat meruntuhkan teori evolusi, dan apakah hal tersebut sudah ditemukan di alam? Sejauh ini tidak ada, artinya jika daftar tersebut tidak terjadi maka teori evolusi tetap berdiri dan tidak runtuh. Sungguh sangat konyol mengatakan bahwa seseorang yang tidak mempunyai riwayat pendidikan di bidang sains terkait seperti biologi, berhasil meruntuhkan teori evolusi sedangkan dia sendiri tidak mengerti apa yang dia tulis.
Klaim 2:
Tidak berkorelasinya agama dengan sains menyebabkan sains menjadi tidak relevan dan akan menimbulkan kebohongan ilmiah (hlm. 1).
Respon:
Ada kalanya anda perlu memahami mekanisme sains sebenarnya pak Habibie, sepertinya anda masih terjebak dalam dunia sains keagamaan, dimana anda menganggap bahwa hanya teori ilmiah yang sesuai dengan kitab suci dan agamalah yang benar, sedangkan diluar itu anda anggap salah, walaupun teori tersebut mempunyai segunung bukti dan bergudang manfaat. Sains tidaklah lagi berafilisasi dengan agama, apalagi agama anda.
Sains dibangun atas dasar keingintahuan manusia terhadap alam dan alam semesta. Sebuah teori sains tentu saja telah melewati berbagai macam tes, eksperimen, yang juga sering mengalami serangkaian kegagalan. Mereka dibangun karena permasalahan, kemudian diobservasi dan hipotesis dilakukan, jika bisa di tes dan terbukti benar, maka ia akan dianggap sebagai “Teori”. Mungkin anda akan berpikir bahwa teori dalam sains sama dengan teori dalam kehidupan umum, tidak! Mereka sangat berbeda, dalam sains jika sebuah hipotesis sudah mempunyai bukti, maka ia akan disebut teori, artinya ia adalah fakta untuk saat ini. National Academy of Science US (1999) menuliskan:
Para ilmuwan sering kali menggunakan kata “fakta” untuk menjelaskan sebuah pengamatan. Tetapi, para ilmuwan juga dapat menggunakan (kata) fakta untuk memaksudkan sesuatu yang telah diuji ataupun terpantau berkali-kali sedemikiannya tidak terdapat lagi alasan yang kuat untuk terus-menerus menguji ataupun mencari-cari contoh. Terjadinya evolusi dalam artian ini adalah fakta. Para ilmuwan tidak lagi mempertanyakan apakah Keturunan dengan Modifikasi (benar-benar) terjadi karena buktinya sudah sangat kuat.
NAS. (1999). Science and Creationism: A View from the National Academy of Science. (2nd Edition). (Washington, DC: National Academy Press), hlm. 28.
Hanya karena teori ilmiah tersebut tidak disebut atau didukung kitab suci atau agama anda, bukan berarti teori tersebut salah, sungguh itu merupakan pemikiran orang yang tidak paham mengenai sains.
Lalu bagaimana dengan teori evolusi itu sendiri? Apakah dia fakta atau hanya sekedar hipotesis? Kata teori, dalam konteks sains, tidak menyiratkan ketidakpastian. Ini berarti "sekelompok proposisi umum yang koheren yang digunakan sebagai prinsip penjelasan untuk kelas fenomena" (Barnhart 1948).
Dalam kasus teori evolusi, berikut ini adalah beberapa fenomena yang terlibat:
- Kehidupan muncul di bumi lebih dari 2 miliar tahun yang lalu,
- Bentuk kehidupan telah berubah dan beragam sepanjang sejarah kehidupan,
- Spesies terkait melalui keturunan yang sama dari satu atau beberapa nenek moyang yang sama,
- Seleksi alam merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana spesies berubah.
Selain itu teori evolusi telah membuktikan dirinya dalam praktik. Teori evolusi memiliki aplikasi yang berguna dalam epidemiologi, pengendalian hama, penemuan obat, dan bidang lainnya (Bull & Wichman 2001; Eisen & Wu 2002; Searls 2003) yang tentu saja juga berguna bagi manusia.
Selain teori, ada fakta evolusi, pengamatan bahwa kehidupan telah banyak berubah dari waktu ke waktu. Fakta evolusi telah diakui bahkan sebelum teori Darwin. Teori evolusi menjelaskan faktanya.
Jika "hanya sebuah teori" yang merupakan keberatan yang nyata, para kreasionis dan orang anti-evolusi juga akan mengeluarkan penafian yang mengeluhkan tentang teori gravitasi, teori atom, teori kuman penyakit, dan teori limit (yang menjadi dasar kalkulus). Teori evolusi tidak kalah valid dari semua ini. Bahkan teori gravitasi saja masih mendapat tantangan serius (Milgrom, 2002). Namun fenomena gravitasi, seperti evolusi, masih merupakan fakta.
Begitu juga menurut Richard Dawkins, evolusi adalah sebuah fakta. Fakta ini sama pastinya dengan kenyataan sehari-hari seperti kenyataan bahwa kita punya kepala atau punya kaki. Sebuah kenyataan sederhana yang pasti dan dan tidak dapat diragukan (Dawkins 2000).
Menurut Wilson dan Eisner (1973), proses evolusi adalah fakta yang benar-benar terjadi. Ahli biologi telah mengamati dan mengukur evolusi pada pada tingkat gen. Mereka membuat spesies baru di laboratorium, mengoleksi peninggalan fosil, mempelajari pola-pola biogeografi, dan lain sebagainya yang secara rasional tidak dapat diterangkan dengan hipotesis apa pun selain evolusi.
Suatu teori bukanlah fakta yang tidak pasti atau fakta yang kurang sempurna. Tidak pula menggambarkan tingkat kepercayaan yang lebih rendah (Mayr 1986).
Teori adalah suatu gagasan sistematis yang mencoba menjelaskan mengapa dan bagaimana fakta-fakta yang ada di dunia kita ini eksis dan berinteraksi. Apel jatuh dari pohon ke tanah. Itu adalah fakta. Teori gravitasi Newton berusaha menerangkan bagaimana hal ini terjadi (Luthfi & Khusnuryani 2005). Sehingga kesimpulannya adalah evolusi adalah fakta, baik itu evolusi makhluk non-manusia atau evolusi manusia.
Daftar Pustaka:
- Popper K. (1976). Unended Quest: An Intellectual Autobiography. (Glasgow: Fontana/Collins).
- Popper K. (1978). Natural selection and the emergence of mind. Dialectica, 32: 339-355. https://doi.org/10.1111/j.1746-8361.1978.tb01321.x
- Brush SG. (2008). Popper and evolution. Reports of the National Center for Science Education, 13(4)-14(1): 29. https://ncse.ngo/popper-and-evolution.
- Isaak M. (2006). CA211: Evolution falsifiable. Talk Origins Archive. http://www.talkorigins.org/indexcc/CA/CA211_1.html
- Falsifiability of evolution. Rational Wiki. https://rationalwiki.org/wiki/Falsifiability_of_evolution
- National Academy of Science. (1999). Science and Creationism: A View from the National Academy of Science. 2nd Edition. (Washington, DC: National Academy Press).
- Barnhart CL. ed. (1948). The American College Dictionary. (New York: Random House).
- Bull JJ, & Wichman HA. (2001). Applied evolution. Annual Review of Ecology and Systematics, 32: 183-217. https://doi.org/10.1146/annurev.ecolsys.32.081501.114020
- Eisen JA, & Wu M. (2002). Phylogenetic analysis and gene functional predictions: Phylogenomics in action. Theoretical Population Biology, 61: 481-487. https://doi.org/10.1006/tpbi.2002.1594
- Milgrom M. (2002). Does dark matter really exist? Scientific American, 287(2): 42-52. https://www.jstor.org/stable/26059927
- Searls D. (2003). Pharmacophylogenomics: Genes, evolution and drug targets. Nature Reviews Drug Discovery, 2: 613-623. https://doi.org/10.1038/nrd1152
- Dawkins R. (2000). Hall of Mirror or What is True. Forbes ASAP. https://www.forbes.com/asap/2000/1002/273.html
- Wilson EO, & Eisner T. (1973). Life on Earth. (USA: Sinauer Associates).
- Mayr E. (1986). Uncertainty in Science: Is the Giant Panda a Bear or a Racoon? Nature, 323: 769–771. https://doi.org/10.1038/323769a0
- Luthfi MJ, & Khusnuryani A. (2005). Agama dan Evolusi: Konflik atau Kompromi?. Kaunia, 1(1): 1-19. http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7789/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar